Target PAD dan Dana TF Ganjal Pembahasan APBDP OKU

oleh
oleh

BATURAJA,TBMNEWS – Luar biasa pergolakan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) pada tahun 2024.

Panasnya suhu politik jelang Pilkada, kini muncul ‘perseteruan’ dua lembaga daerah, yakni antara legislatif dan eksekutif.

Perseteruan ini pada akhirnya memastikan tidak adanya Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD-P) Kabupaten OKU tahun 2024.

Walhasil, eksekutif maupun legislatif hingga pihak ketiga mau tidak mau dìpaksa mengencangkan tali ‘ikat pinggangnya’ hingga akhir tahun.

Itu semua berawal, saat terjadi perdebatan dalam pembahasan ABPD-P antara Tim Panitia Kerja Badan Anggaran (Panja Banggar) DPRD OKU dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Pedebatan sengit yang terjadi di kisaran tanggal 27 September lalu, akhirnya menemui jalan buntu alias deadlock hingga batas akhir pembahasan APBD-P pada tanggal 30 September 2024.

Lalu, perdebatan apa yang mengakibatkan pembahasan ABPD-P jadi deadlock?

Salah satu anggota Panja Banggar DPRD OKU, Densi Hermanto, menjelaskan hal ini kemarin (04/10/24) petang.

Secara garis besar, menurut Densi, ada dua hal yang tidak deal antara Panja Banggar dan TAPD.

Pertama, soal PAD dari sektor pajak daerah. Dan yang kedua, perihal dana transfer kurang bayar dana bagi hasil migas, melalui fasilitas TDF (Treasury Deposit Facility).

Dìjelaskan Densi, bahwa dìketahui TAPD menetapkan asumsi PAD di APBD induk sebesar Rp91 M. Nah, asumsi PAD itu rupanya mau dìnaikkan lagi menjadi Rp96 M.

Sedangkan di semester pertama hingga pelaporan terakhir, realisasinya baru menyentuh kurang dari Rp38 M. Artinya masih minus Rp60-an M.

 

Belum Pernah Capai Target

 

Sedangkan berdasarkan jejak sejarah sebelumnya (dìhitung dari tahun anggaran 2021 saja), realisasi target PAD ini sesungguhnya tidak pernah menyentuh diatas angka Rp55 M.

“Bagaimana mau bermimpi bisa capai target Rp96 M? Jadi, kita bukannya pesimis, tapi inilah faktanya,” cetus Densi.

Nah, dìsinilah perdebatan sengit bermula. Dimana Panja anggaran DPRD meminta TAPD menurunkan asumsi PAD tersebut sebesar Rp65 M. Sedangkan TAPD ngotot di angka Rp91 M.

“Awalnya kami lempar di angka Rp60 M, lalu kami naikkan menjadi Rp65 M. Karena kita akan melihat belanja. Tapi mereka (TAPD) menolak,” katanya.

Dewan pun menduga, mereka (pihak eksekutif) ini hanya mau menge-pas-kan belanja sesuai usulan OPD-OPD. Dengan alasan, bahwa sudah teranggarkan dan sudah belanja. Itu saja!.

Maka dari itu, Panja Banggar DPRD menawarkan kepada mereka untuk dapat menyepakati dulu angka tadi, baru kemudian disisir ulang.

Yang mana kegiatan yang sudah dikerjakan. Kemudian mana kegiatan yang tidak bisa dikerjakan, untukdapat ditunda di APBD induk.

 

Mens Rea

 

Namun rupanya, itu tadi. TAPD tetap bertahan. Dìsinilah timbul kecurigaan bagi Panja Banggar, ada apa dengan sikap bertahan itu. Sebab sudah jelas angka Rp91 M mustahil tercapai, apalagi mau dinaikkan menjadi Rp96 M.

“Dìsini sudah kelihatan Mens Rea-nya. Sudah ada niat jahat. Inilah yang kami hadang. Sebab mayoritas pembahasan ini nantinya dìarahkan ke rutin yang sifatnya GU (ganti uang). Sedangkan yang berkontrak dan lain-lain, itu bisa dìakhirkan. Nah, inikan modus. Terbacalah oleh kami. Meski begitu, kami sudah beri solusi dengan angka asumsi PAD yang kami sepakati Rp65 M. Agar tidak membebani APBD 2025,” papar Densi.

Densi menegaskan adanya APBD-P ini, salah satunya untuk merasionalisasikan realisasi anggaran.

No More Posts Available.

No more pages to load.