Oleh: Apriandi, wartawan tbmnews
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2024 berbeda dari pilkada sebelumnya. Ini yang pertama pelaksanaan Pilkada serentak se Indonesia, baik Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur, Walikota-Wakil Walikota, dan Bupati-Wakil Bupati.
Untuk di Sumatera Selatan ada 17 kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada plus pemilihan gubernur wakil gubernur Sumatera Selatan. Jadi ada 18 pemilihan kepala daerah serentak se Sumatera Selatan pada 27 November 2024.
Dari ke-18 kepala daerah ini, ada 11 kepala daerah termasuk Gubernur Sumsel yang tidak lagi menjabat karena habis periode masa jabatan atau karena meninggal dunia. Sehingga posisi kepada daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) diisi oleh seorang penjabat (Pj).
Pengangkatan penjabat kepala daerah, untuk gubernur langsung oleh Presiden atas usulan Kemendagri, sedangkan Pj Bupati dan Walikota oleh Menteri Dalam Negeri. Semua penjabat ini merupakan ASN/PNS.
Untuk Pj Gubernur menurut ketentuan harus ASN eselon I dan biasanya orang pusat (pejabat di kementerian). Sementara Pj Bupati dan Walikota adalah ASN eselon II di jajaran Pemerintah provinsi setempat atau bisa juga dari pejabat di kementerian.
Untuk di Sumsel pada Pilkada serentak 2024 ini ada empat Pj Bupati dan Walikota yang ikut kontestasi sebagai bakal calon kepala daerah. Yakni Pj Walikota Palembang, Ratu Dewa, Pj Bupati Musi Banyuasin, Apriyadi. Kemudian, Pj Bupati Muara Enim, Ahmad Rizali dan Pj Bupati OKU, Teddy Meilwansyah.
Menurut ketentuan perundang-undangan dan edaran Kemendagri 16 Mei 2024, seorang Pj kepala daerah harus mengundurkan diri baik dari jabatan Pj maupun status ASN-nya. Dan proses pengajuannya 40 hari sebelum masa pendaftaran ke KPU, 27 Agustus 2024. Artinya, pada 16 atau paling lambat 17 Juli 2024 , mereka harus mengajukan surat pengunduran diri.
Masyarakat Biasa
Begitu seorang Pj Kepala Daerah mengundurkan diri, maka ia kembali sebagai masyarakat biasa. Jabatannya akan diisi oleh orang lain, dan dia bukan lagi sebagai ASN atas perintah Undang-undang. Mereka tidak bisa lagi mengintervensi para pejabat atau ASN.
Karena, jamak terjadi apabila musim Pilkada, ketika kepala daerahnya kembali mencalonkan diri, ia akan menggunakan kekuasaannya untuk ‘menekan’ ASN atau pejabat bawahannya. Mulai dari kepala dinas, badan, kantor, camat, lurah, bahkan sampai ketingkat RT.
Bagi yang tak menurut perintah alias membelot, kepala daerah ini tak segan-segan melakukan tindakan mutasi terhadap ASN. Baik mutasi jabatan eselonnya, maupun memindah ASN tersebut ke lokasi yang jauh (dibuang).