Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf mengatakan Komisi yang dìpimpinnya ini membawahi urusan pemerintahan daerah.
Termasuk yang terkait dengan Kemenpan RB dan kepegawaian, urusan pertanahan, serta urusan pelaksanaan pemilu.
“Kami paham bahwa pemerintah sedang melakukan upaya penataan terhadap ASN. Dalam prosesnya UU ASN masih belum keluar PP-nya. Terutama terkait pegawai honorer. Oleh sebab itu, kehadiran kami di sini ingin menyerap aspirasi dan mendengar kendala yang dìhadapi pemerintah daerah,” bebernya.
Di satu sisi pemerintah memang kekurangan tenaga pegawai, tetapi di sisi lain pegawai honorer terus bertambah hingga jumlahnya mencapai 4 juta orang, hingga akhirnya mendorong pemerintah untuk menerbitkan sistem PPPK.
“Namun dalam perjalanannya tidak berjalan mulus. Tercatat ada 1,7 juta orang yang mengikuti PPPK, yang lulus sebanyak 1,4 juta orang, dan masih sisa 300 ribu orang lagi” ungkapnya.
Permasalahan bukan hanya di BKN saja, tetapi juga berasal dari daerah. Pemerintah daerah pun mengalami kesulitan saat menerima begitu banyak formasi pegawai dan pembiayaan (kondisi keuangan daerah).
Belum lagi ada UU yang menyatakan bahwa belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30%.
Database BKN berasal dari data yang dìinput BKD. Namun masih terdapat tenaga honorer yang telah bekerja bertahun-tahun sangat sulit terdata di database, dìbandingkan mereka yang baru bekerja beberapa tahun.
Masalah Baru
Permasalahan lain yang muncul adanya pegawai honorer pusat (Kementerian) yang dìtempatkan di daerah (provinsi).
Namun oleh Pemprov dìanggap sebagai pegawai pusat, sementara pusat menganggap (mengembalikan) pegawai tersebut ke daerah.
Melihat berbagai kendala ini, Dede Yusuf beserta timnya mengusulkan kepada pemerintah daerah agar mengutamakan tenaga non ASN eks K2. Menyelesaikan proses penerimaan tenaga PPPK, dan tidak menambah pegawai baru.
“Memang ada usulan agar tenaga PPPK ini bisa menjadi CPNS, tentu saja kami setuju akan hal ini. Hanya saja kita akan selesaikan satu per satu permasalahannya. Pemerintah daerah agar fokus pada yang telah ada saat ini, yakni proses penerimaan PPPK yang telah lulus dan bagi PPPK paruh waktu ini perlu dìcarikan solusinya. Terpenting adalah dahulukan (angkat) pegawai yang telah ada saat ini (pegawai yang telah antri di BKN/BKD),” tandasnya. (ril)