Sikunir Sunrise

oleh
oleh
Menikmati Sunrise di Puncak Bukit Sikunir
Menikmati Sunrise di Puncak Bukit Sikunir

Perjuangan menuju puncak Sekunir cukup menguras energi. Sebelum naik ke puncak Bukit Sikunir pengunjung harus berjalan kaki dari parkiran ring satu di kaki bukit. Sekitar 300 meter menuju anak tangga.

Jalannya, atau lebih tepatnya dìsebut lorong yang menanjak. Lantainya terbuat dari konblok (paving block). Sangat rapi. Susunan konblok sampai tangga awal kaki bukit.

Jalan menanjak sebagai awal pemanasan sebelum menuju puncak. Bagi yang jarang berjalan kaki, harus ekstra mengatur napas. Tak mesti yang usia tua. Yang muda pun napasnya tersengal. Detak jantung berdegup kencang.

Belum lagi hawa dingin yang menyerang. Dinginnya menusuk tulang. Pengunjung harus mengenakan jaket tebal, sarung tangan dan penutup kepala.

Jika tidak kuat. Atau untuk menghemat tenaga bisa saja pengunjung naik ojek menuju titik awal anak tangga.

Tapi, sebaiknya berjalan kaki saja, sambil menikmati suasana kuliner kanan kiri jalan. Penuh jajanan makanan atau souvenir untuk oleh-oleh.

 

Tangguh

 

Malam itu, pukul 03.15 WIB, kami salut dengan Dekan Pertanian Universitas Baturaja, Prof H Gribaldi. Usianya yang sudah 63 tahun lebih, fisiknya tetap kuat. Benar-benar tangguh.

Sambil menggandeng tangan sang istri, Hj Nur Laili, Prof Gribaldi memimpin rombongan mendaki Bukit Sikunir. Harus menapaki ratusan anak tangga untuk sampai ke puncak Sikunir.

Menurut data sedikitnya ada 800 anak tangga. Tapi, saat ini sebagian besar anak tangganya rusak. Patah atau lepas. Akibat terkena longsoran tanah.

Sebelum sampai puncak, harus melewati pos-pos. Ada 3 pos. Dari tangga awal ke pos 1 jaraknya cukup jauh. Kira-kira 300 meter. Di pos ini ada musollah, toilet, dan tempat istirahat.

Dari pos 1 ke pos 2 kira-kira 250 meter. Pun jarak pos 2 menuju pos 3 (puncak bukit sikunir) sama, 250 meter. Totalnya 800 meteran. Bagi yang sudah biasa mendaki, waktu tempuh cukup 30-45 menit. Tergantung kondisi fisik masing-masing.

Tapi, bagi pendaki pemula untuk mencapai puncak, butuh waktu 1 jam lebih. Semula kami mengira Prof Gribaldi berada di rombongan di belakang.

Eh. Tak tahunya Prof Gribaldi sudah sampai di pos 1. Nampak, dia sudah istirahat sambil menunggu waktu subuh.

“Subuh dululah. Setelah itu baru lanjut naik lagi,” ujar Prof Gribaldi yang mengaku sedikit kecapean karena kurang tidur.

Maklum ketika menuju wisata Sikunir Dieng kami baru habis menikmati suasana pantai “Cemorosewu”, Bantul. Sekaligus ada juga yang ke Pantai Parangtritis menggunakan mobil Jip (Katana yang dimodif).

Dari pantai bertolak ke Dieng sudah sore. Kira-kira pukul 16.15 WIB. Sebelum ke Dieng sempat mampir di pusat oleh-oleh dan makan malam.

Sehingga lagi-lagi tidur di mobil. Atau istilah Kak Oka menginap di Hotel Bandung (hotel Ban Gelundung).

 

Terbayar

 

Namun, semua itu terbayarkan. Kecapean. Kurang tidur. Terbayar lunas ketika sudah mencapai puncak Sikunir.

Semuanya bersiap-siap menyongsong matahari terbit (sunrise). Pukul 05.15 WIB matahari mulai akan muncul. Warna kuning semburat memancar.

Sehingga nampak barisan gunung terlihat kokoh. Antara lain Gunung Prau, Gunung Sindoro dan Bismo. Dari arah sanalah sang surya memancar.

Warna kuning. Persis kunyit. Itulah kenapa wisata itu dìsebut Sikunir. Bahasa jawa Kunyit adalah Kunir.

Kami pun sibuk sendiri-sendiri mencari titik/angle yang pas untuk mengambil foto berlatar Sunrise. Pokoknya Istimewa berada di ketinggian 2.300 an meter di atas permukaan laut. Sesuai motto CV Sekuntum Tour and Travel. Isssstimewaaaa….(*dosen/pendamping fieldtrip)

No More Posts Available.

No more pages to load.