PEMIMPIN MACHIAVELLIAN ADALAH MAUT

oleh
oleh
Masayu Indriaty Susanto SSi
Masayu Indriaty Susanto SSi

Oleh: Masayu Indriaty Susanto

Mereka melakukan apa saja untuk memperoleh atau melanggengkan kekuasaan. Etika bahkan moral tidak penting. Bahkan tak masalah dilanggar demi mencapai tujuan.

Seorang pemimpin Machiavellian sangat manipulatif. Mampu tampil begitu humanis, menutupi segala tipu muslihat dan kebohongan.

Kekuasaan dìgunakan bukan untuk membantu rakyat. Namun rakyat justru dìgunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ambisinya.

Bagi Machiavellian,
tujuan menghalalkan cara.

Pragmatisme Machiavellian menggerogoti kehidupan berbangsa. Prinsip etik dan moral politik yang dìpisahkan dari praktik berpolitik telah melahirkan cacat demokrasi.

Politik bukan lagi menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan bersama. Namun justru menuntut pelaku politik turut tenggelam dalam arus yang kotor dan manipulatif.

Steven Coleman, Professor of Political Communication, University of Leeds menyatakan dalam ulasannya pada The Conversation, semua negara demokrasi perlu mewaspadai bangkitnya gaya kepemimpinan Machiavelli.

Coleman sendiri menyoroti mundurnya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, pada 2022 lalu. Johnson yang nyentrik itu, mundur dua hari setelah 53 menteri dan eksekutif Britania Raya mengundurkan diri karena menilai kepemimpinan Johnson telah gagal.

PM Inggris yang berlatar belakang sebagai jurnalis The Times itu dinilai mengikuti gaya kepemimpinan ala Machiavelli.

Sosok Johnson populer, menarik, optimis, dan agak lucu. Rambut pirangnya yang selalu tampak berantakan seperti tak kenal sisir, juga kepribadiannya yang kikuk, membuatnya gampang dikenali. Bahkan oleh mereka yang tak tertarik dunia politik.

Dengan karakter inilah, gaya komunikasi politik Johnson memikat banyak pemilih dan mendulang suara.

Tapi gelombang yang ingin melengserkannya muncul karena Johnson banyak melakukan manuver-manuver yang tidak pantas, menabrak etika, logika, dan moralitas.

Saat Johnson melarang warga negara Inggris berkegiatan di masa pandemic covid 19, Johnson malah mengadakan pesta-pesta di kantor dan kediamannnya.

Bahkan buntutnya sampai pada kasus pelecehan seksual yang melibatkan circle terdekatnya.

Berbagai pelanggaran etika dan moral yang dilakukannya membuat parlemen Inggris menyatakan kepemimpinan Johnson telah gagal dan mengajukan mosi tidak percaya. Puncaknya adalah mundurnya para menteri.

 

DÌCINTAI ATAU DÌTAKUTI

 

Adalah Niccolo Marchiavelli, seorang filsuf Italia era renaisans yang mengajarkan gaya kepemimpinan ala kekuasaan.

Dalam magnum opus-nya, Il Principe atau The Prince yang ditulis dua abad yang lalu, Machiavelli menulis banyak hal tentang bagaimana seorang pemimpin (Sang Pangeran) harus berkuasa dan mempertahankan kekuasaannya.

Machiavelli menulis The Prince sebagai buku pegangan bagi para penguasa. Dan dia secara eksplisit menyatakan dalam karyanya bahwa dia tidak tertarik berbicara tentang republik ideal atau utopia imajiner, seperti yang telah dilakukan oleh banyak pendahulunya. Dia menulis politik realis.

Machiavelli mengajarkan praktik politik yang oportunis, tidak mengindahkan moralitas, agama, dan hanya berfokus kepada bagaimana memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

The Prince lantas menjadi semacam “kitab suci” politik realis (real politic).

No More Posts Available.

No more pages to load.