Saat proses upload foto C hasil Presiden dan Wakil Presiden ini lanjut Oktha, pembacaan Sirekap tidak bisa diedit atau diotak atik. Kalau yang lainnya bisa diperbaiki.
“Jadi itu tadi kita hanya bisa melaporkan lewat aplikasi itu dengan memilih atau menyonteng kolom hasil tidak sesuai,” pungkas Oktha.
Untuk C Hasil DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten, kata Oktha tidak ada kendala. Hasilnya sama dengan model Form C Hasil perhitungan suara.
Ketua KPPS TPS 033 Desa Tanjung Baru, Purwadi mengatakan, secara umum pelaksanaan proses pemungutan suara lancar sampai penghitungan.
“Tetapi karena aplikasi Sirekap yang tidak tepat, kami tertunda menyerahkan kotak suara. Seharusnya pukul 01.00 WIB kotak suara sudah sampai di PPS. Karena menunggu Sirekap jadi molor hingga pukul 03.00 WIB,” ujar Purwadi.
Untuk diketahui jumlah DPT di TPS 033 Desa Tanjung Baru ada 299 dengan rincian 150 laki-laki dan 149 perempuan.
Yang hadir dan menggunakan hak pilih untuk Capres ada 260 dengan rincian 259 yang masuk DPT dan 1 yang masuk Daftar Pemilih Khusus (DPK) karena KTP elektroniknya terdaftar di Makasar.
Untuk pengguna hak pilih DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota yang hadir ada 259. Rinciannya 129 laki-laki dan 130 perempuan.
Opini Publik
Banyak tudingan di medsos yang mengarah bahwa Pemilu 2024 ini terjadi kecurangan.
Kecurigaan masyarakat bertambah kuat karena hasil penggunaan Sirekap KPU RI ini seolah menguatkan hasil lembaga survey selama ini.
Hasil Sirekap seperti pemberitaan di beberapa media online nasional, menunjukkan persentase yang sama dengan Quick Count Lembaga Survey yang tampil di televisi.
Capres nomor 1 Anies-Muhaimin berada diangka 25 % lebih. Capres nomor 2 Prabowo-Gibran 56 %. Capres nomor 3 Ganjar-Mahfud 16% lebih.
Apalagi capres nomor 2 Prabowo-Gibran sangat dekat hubungannya dengan penguasa saat ini.
Semoga saja kesalahan ini hanya eror aplikasi Sirekap saja. Bukan karena ada unsur kesengajaan dari penyelenggara Pemilu (KPU RI) untuk menguatkan hasil survey dari berbagai Lembaga Survey selama ini.
Sebab, jika pandangan publik yang tersebar di media bahwa dugaan kecurangan yang terstruktur dan masif itu benar terjadi, maka independensi KPU RI patut dipertanyakan.
Kepada siapa lagi rakyat harus percaya di negeri ini? Terutama dalam proses pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan ini. (purwadi)